Surga Tidak Butuh Calo
(gambar dari Google)
Salah satu rekan kerja saya berkata, seseorang takkan masuk ke surga, walaupun dia sudah berbuat baik, sebelum dia menjadi seorang Muslim. Saat itu hati saya sedih. Otak saya teringat dengan Bunda Teresa. Bunda Teresa yang sekarang sudah menjadi Santa Teresa, tapi saya lebih suka memanggilnya Bunda, terasa lebih lembut.
Ya, Bunda Teresa. Apakah Bunda Teresa tidak pantas mendapatkan surga dengan apa yang sudah dia lakukan sepanjang hidupnya? Apakah Bunda Teresa tidak pantas mendapatkan surga dengan segala pengorbannya bagi kemanusiaan?
Saat mendengar apa yang dikatakan rekan kerja saya, hati saya seperti tercabik dan saya bertanya, apakah Tuhan begitu picik sampai Dia harus membatasi surganya hanya bagi satu agama saja, sedangkan Dia lah yang menciptakan perbedaan. Saya pun diam sejenak. Sampai saya teringat oleh seorang teman yang bagi saya seorang yang bijak, dan dia adalah seorang Muslim. Dia adalah pengajar, seorang Turki yang tinggal di Latvia.
Saya mengirim pesan kepadanya, di dalam pesan itu saya bertanya "Apakah benar Bunda Teresa tidak akan masuk surga hanya karena dia bukan seorang Muslim?"
"Apa untungnya bagi kamu jika Bunda Teresa masuk neraka, apakah dengan begitu Tuhan tidak punya tempat di Surga? jawabnya
"Bunda Teresa pantas mendapatkan tempat di surga" kata saya menegaskan
"Biarkan Tuhan yang memutuskan, itu bukan urusan saya maupun kamu" tegasnya. Saya pun diam sejenak merenungi percakapan kami.
Lalu saya kembali bertanya "Tapi apakah di agamamu, mengajarkan bahwa selain orang Muslim, mereka tidak akan masuk surga?"
"Bagi orang Kristiani, saya tidak akan masuk surga. Bagi orang Muslim, kamu tidak akan masuk surga. Bagi orang Yahudi, kita tidak akan masuk surga. Pada akhirnya Tuhan sendirilah yang tahu siapa yang pantas berada di surga" katanya menjelaskan
Saya pun mengakhiri perbincangan kami dan merenung kembali.
Kenapa yaa saya ribet sekali tentang surga dan neraka, rasanya teman saya benar, itu bukan urusan manusia mengurusi siapa yang akan masuk surga atau neraka, itu bagian pekerjaan Tuhan. Siapa kita ini mau mencampuri urusan Tuhan. Bukankah kita diciptakan Tuhan menjadi manusia untuk tetap menjadi manusia bukan berlagak seperti Tuhan, yang seolah-olah tahu siapa saja yang akan masuk surga. Rasanya kita semakin lancang ingin mengambil porsi Tuhan dengan merasa lebih tahu tentang surga.
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkah kau bersujud kepadaNya
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkan kau menyebut NamanNya
Potongan lirik lagu ini harus sungguh di renungi.
Kita ini takut sama Tuhan atau sama Surga?
Sama seperti ketika seorang biarawati pernah berkata kepada saya
"Kalau doamu tidak dijawab Tuhan, kamu marah sama Tuhan. Ngga mau ke gereja. Kamu ini mencintai Tuhan atau hanya berkatNya saja? Beragama jangan matre, cuma mau berkat Tuhan, tapi tidak mencintai Tuhan secara utuh."
Ini harus menjadi pertanyaan besar hidup keagamaan kita. Mungkin pertanyaan ini bisa menjadi panduan kita terhadap konsep ketuhanan kita.
Kita diciptakan sebagai manusia yang memilik hati nurani dan diberikan otak untuk berpikir. Dua modal ini diberikan Tuhan bagi manusia untuk tetap jadi manusia, hidup bagi kemanusiaan. Urusan mati akan ke surga atau neraka, biarlah itu menjadi pekerjaan Tuhan. Percayalah Tuhan Maha Pengasih, kalau kamu tidak percaya Tuhan Maha Pengasih berarti kamu sendiri bukanlah pengasih. Dan rasanya Tuhan tidak butuh calo-calo untuk menjual "tiket" masuk surga.
Ngomong-ngomng soal calo, saya pernah beli tiket pesawat ke Bali pakai jasa calo. Karena saat itu high season dan saya kehabisan tiket. Seorang calo mendatangi saya dan menawarkan tiket dengan harga 2x lipat lebih mahal, yaa karena saya butuh saya ambil tiket itu. Itulah calo, punya kepentingan. Memanfaatkan keadaan. Setelah menawarkan tiket, saya yang pergi ke Bali, dia tetap tinggal di bandara.
Komentar
Posting Komentar