LAKI-LAKI YANG BERSELINGKUH JUGA HARUS DILABELI

 (sumber gambar : google)

                                     

Sejak peristiwa seorang gadis remaja yang melabrak artis bernama Jenifer Dunn di pusat perbelanjaan di Jakarta karena Jenifer Dunn berselingkuh dengan ayah dari gadis tersebut, istilah pelakor (perebut laki orang) menjadi semakin marak dipakai terutama di media sosial.

Istilah pelakor bermuatan negative, yaa memang tidak bisa dipungkiri juga bahwa lahirnya kata pelakor disebabkan karena perbuatan yang tidak terpuji. Tapi sebagai perempuan, saya merasa tersinggung dengan istilah pelakor tanpa ada istilah yang sepadan untuk kaum kaum laki-laki.

“Tapi laki-laki ibarat kucing dan perempuan ibarat ikan asin. Kalau dikasi ikan asin, kucing mah mau saja” begitu kira-kira bantahan dari seorang teman yang juga perempuan.

Dalam hati saya miris ketika ada seorang perempuan yang dengan sadar berkata seperti itu seolah membenarkan perbuatan laki-laki yang berselingkuh. Laki-laki hanya korban dari “perempuan” (saya beri tanda petik karena saya sangat tidak terima perempuan disamakan dengan ikan asin) yang menggodanya. Apa???!!! Korban!!!?? Seriusan nih dianggap seperti itu???!!

Sebagai perempuan saya juga tersinggung kalau hanya disetarakan dengan ikan asin. Pipih dan berharga murah. Yang lebih miris lagi yang mengatakan istilah ini adalah perempuan, secara sadar pula. Apakah artinya dia mengakui bahwa perempuan itu makhluk pipih (lemah) dan berharga murah? Ironis.

Gini, Perselingkuhan itu terjadi karena keputusan secara sadar antara kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan. (Apa perlu nih saya underline dan bold kata “keputusan secara sadar”). Artinya yaa mereka sadar mereka berselingkuh. Sama seperti orang yang menikah atau pacaran, yaa mereka sadar mereka menikah atau pacaran. Di dalam perselingkuhan yang jadi korban itu bukan pelaku perselingkuhan. Korban itu si istri dan anak-anaknya dari laki-laki, keluarga si laki-laki dan perempuan. Nahh itu korban.

Lagi pula, perselingkuhan antara laki-laki dan perempuan kurang tepat jika di analogikan dengan kucing yang dikasih ikan asin. Kucing yang dikasi ikan asin, artinya ada orang ketiga yang memberi ikan asin kepada si kucing. Kalau ada orang ketiga yang memberi ikan asin atau “perempuan” (saya beri tanda petik karena saya sangat tidak terima perempuan disamakan dengan ikan asin) kepada si kucing (laki-laki) itu sih namanya prostitusi, bukan perselingkuhan. Seperti yang sudah saya sebutkan diatas bahwa perselingkuhan itu terjadi atas keputusan secara sadar oleh kedua belah pihak.

Selain itu juga, kucing adalah seekor binatang dan ikan asin makanan. Binatang digerakkan oleh nafsu. Ya tentu saja kucing tidak akan menolak jika ada makanan yang tak perlu dia susah-susah cari di tempat sampah atau tempat yang lain. Artinya, jika memang pria diibaratkan kucing, mereka tergerak untuk selingkuh ya karena ada hasrat yang dia ingin penuhi, dengan kata lain laki-laki ini memutuskan untuk menikmati. Disini ada proses berpikir dari laki-laki. Itulah yang saya sebut ada sebuah keputusan secara sadar. Lalu pernyataan “Tapi laki-laki ibarat kucing dan perempuan ibarat ikan asin. Kalau dikasi ikan asin, kucing mah mau saja” adalah keliru. Seharusnya teman saya berkata “Memang laki-laki itu ibarat kucing dan perempuan ibarat ikan asin. Kucing yang tertarik dengan bentuk dan wangi ikan asin yang begitu menggoda, sehingga tidak mungkin menahan nafsunya untuk tidak memakan ikan asin, padahal mungkin saja tuh kucing sudah makan tadi.” Kalau pernyataan teman saya seperti ini, yaa saya masih bisa sedikit terima lahh perempuan diibaratkan ikan asin. Paling tidak pernyataannya itu adil. Sebagai terpelajar kita harus mampu lho berbuat adil bahkan sejak dalam pikiran.

Oleh karena itu saya sangat tersinggung ketika hanya perempuan yang dilabeli sebagai perusak, atau istilahnya misoginis. Istilah pelakor yang dikhususkan bagi kaum perempuan itu sangat tidak adil, dimana kita ketahui bahwa perselingkuhan terjadi oleh kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan. Maka, kalau perempuannya pelakor, sepadan kalau laki-lakinya disebut paltit (kepala titit). Istilah paltit ini saya pinjam dari Ananda Badudu dalam artikelnya di VICE. Paltit adalah mereka yang terbutakan oleh nafsu, yang segala tindak-tanduknya dipandu semata-mata oleh kelamin mereka. Begitulah menurut Ananda Badudu. Saya sepakat.

Saya jelas tidak menyetujui perselingkuhan, tapi saya jelas tidak terima jika hanya perempuan saja yang dilabeli sebagai perusak. Saya hanya menuntut label sepadan yang patut diberikan kepada laki-laki pelaku perselingkuhan. Paltit menurut saya tepat. Sebagai perempuan saya tidak bisa terima begitu saja hanya perempuan yang mendapatkan label negatif di masyarakat atas perilaku tidak terpuji yang dilakukan bersama laki-laki.

Masyarakat kita ini lucu yaa, katanya menganut patriarki, laki-laki sebagai pemimpin tapi kalau terjadi apa-apa yang disalahkan perempuan (misoginisme).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ah Ayah!

HAHAHA