MIRACLE DI PULAU SIAU
Awal
bulan Januari 2015 yang lalu untuk pertama kalinya saya mengunjungi Pulau Siau,
di Sulawesi Utara. Untuk mencapai Pulau Siau dari Jakarta saya berangkat dengan
pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta dan mendarat di Bandara Sam Ratulangi,
Manado. Kemudian melanjutkan kembali perjalanan dengan kapal cepat dari
Pelabuhan Pehe menuju Pelabuhan Ulu, Siau, perjalanan dengan kapal cepat ini
memakan waktu kira-kira 3 jam.
Perjalanan
yang panjang untuk sampai di Pulau Siau tidak lantas membuat saya kelelahan, karena
sesampainya di Pulau Siau justru membuat saya semakin semangat mencari tahu apa
saja yang menarik dari pulau ini.
Dalam
perjalanan menuju ke rumah salah satu kerabat saya untuk tempat saya menginap
selama saya berada di pulau ini, banyak hal menarik yang saya lihat. Mulai dari
banyaknya babi berkeliaran yang sempat membuat saya terkejut, karena jumlah
babi disana hampir sama dengan jumlah kucing di Jakarta, dan babi disana pun
juga dipelihara layaknya hewan peliharaan. Ini hal yang unik dan saya harus beradaptasi
dengan keberadaan babi-babi ini.
Ada
juga hal yang menarik dari pulau ini, di awal masuk ke pulau ini ada patung
buah pala yang cukup besar, awalnya saya tidak terlalu memperhatikan patung itu
karena saya masih terkejut dengan banyaknya babi yang berkeliaran.
Tapi,
semakin lama saya menyadari bahwa Pulau Ondong ini memang identik dengan buah
pala. Karena hampir setiap halaman depan rumah penduduk disini sedang menjemur
buah pala.
Menurut
informasi yang saya dapatkan di Siau bulan Januari-Februari sedang panen buah
pala. Pulau Siau ini pulau pengahasil buah pala terbesar dan
terbaik di dunia, bahkan dikabarkan 60% produksi buah pala di dunia dihasilkan
dari Pulau Siau ini, begitulah kira-kira yang dikatakan oleh penduduk setempat. Maka itu wajarlah buah pala ini menjadi kebanggan dari
pulau ini.
Sesampainya
di rumah kerabat saya, saya sangat senang karena rumahnya itu terletak persis
di depan pantai. Dari dapurnya hanya berjarak kira-kira 5 meter dari pantai.
Woooaahhh… saya semakin bersemangat. Saya sempatkan istirahat sejenak, dan
berjalan kelilingi pantai bersama anak-anak kecil yang sedang bermain di
pantai. Di pinggir pantai ini banyak kapal nelayan yang terpakir, sudah sangat
jelas kalau mata pencaharian penduduk pulau adalah nelayan atau menjadi petani
pala. Seorang anak perempuan yang paling aktif bicara bernama Miracle, dia
menjelaskan kepada saya tentang keunikan dari pantai ini, Miracle bilang besok
saya harus bangun pagi jam 5.00 wita untuk lihat sendiri keunikan pantai ini.
Saya
pun langsung menyetujuinya. Karena penasaran dengan apa yang mau Miracle kasih
lihat ke saya, saya pun memerlukan untuk tidur cepat dan pasang alarm agar
besok pagi saya tidak terlambat.
Pukul
04.30 wita saya sudah terbangun, udara sangat dingin. Karena pulau ini
dikelilingi oleh laut dan hutan. Pagi ini terasa sangat segar jauh berbeda
dengan Jakarta.
Babi-babi
dan anjing-anjing pun berkeliaran mencari makan, sepertinya di pulau ini minim
kucing, saya jarang sekali melihat kucing disini. Saya berjalan menuju pantai
dan nampaknya Miracle belum bangun, tapi saya langsung tahu apa yang dia maksudkan.
Ternyata
pantai itu surut hingga kurang lebih 1 km, ini sama seperti di Pantai Sanur,
Bali, mungkin bedanya hanya jarak surut pantai ini lebih jauh dari pada di Pantai
Sanur.
Tidak
lama kemudian Miracle datang dan sambil berlari dia teriak.
“Ka.. pantainya hilang kaaa… aneh kan kaa!”
kata Miracle.
Saya
hanya tertawa lucu melihat tingkahnya. Dia langsung mengajak saya unutk
berjalan di tempat surutnya itu, saya menyetujuinya.
Kalau
berjalan di tempat surutnya air laut seperti ini memilih tidak memakai sandal
sebenarnya lebih baik, tapi kita harus hati-hati dengan materialnya seperti
batu karang dan terkadang juga ada cacing laut, dan lain-lain.
Kalau
jalan di tempat seperti ini menggunakan sandal akan membuat lebih susah
berjalan dan jadi tidak bisa menikmati perjalanan. Saya pun memilih tidak
memakai sandal sama seperti Miracle.
Saya
percayakan perjalanan ini kepada anak kecil berumur 9 tahun ini. Miracle
menuntun saya melawati jalan yang mudah, dan dia sangat menjaga saya agar kaki
saya tidak terluka. anak perempuan ini sangat menyenangkan. Kami membutuhkan
waktu sekitar 1 jam untuk sampai di ujung antara daerah surut dan lautnya.
Kami
berdiri diatas batu yang agak licin. Saya menyempatkan diri melihat sekeliling,
aahhhh saya berada di tengah laut. Di depan saya ombak-ombak bergerumuh dan
mencipratkan airnya. Ini sangat luar biasa buat saya.
Berdiri
di tengah antara daratan akibat surutnya laut dan sangat dekat dengan laut yang
pecahan ombaknya sangat ganas. Jalan 2 langkah lagi kita pasti terseret arus
laut ini. Tapi tempat yang dipilihkan Miracle cukup aman.
Sepertinya
anak ini sangat paham betul tentang lautnya. Puas bersyukur menikmati alam pagi
itu, kami pun kembali ke rumah.
“kakak
senang?” Tanya Miracle. “sangaaaaattttt!! Terima kasih Miracle!!” jawabku
dengan semangat.
Miracle
tersenyum bangga akan dirinya sendiri. Sisa hari itu saya habiskan dengan
bermain dengan gerombolan anak-anak kecil di pantai, walaupun terkadang saya
tidak paham dengan bahasa daerah mereka, tapi mereka sangat menyenangkan.
Mereka bertanya tentang Jakarta, saya memberitahu apapun yang mereka mau tahu tentang Jakarta dan saya minta mereka ceritakan tentang
pulaunya yang indah ini, mereka pun dengan bangga menceritakan tentang pulau ini kepada saya.
Keesokan
harinya sekitar jam 09.00 wita saya di jemput oleh teman-teman dari Karangetang
Fishing Community (KFC). Saya sudah membuat janji setelah hari pertama saya
sampai ke pulau ini untuk pergi memancing dan merasakan tarikan ikan-ikan di
pulau ini bersama dengan mereka.
Kami
akan naik perahu nelayan dari Pelabuhan Ulu. Sesampainya di Pelabuhan Ulu saya
harus menunggu beberapa menit karena keperluan perahu sedang disiapkan.
Setelah perahu siap, kami segera naik ke perahu itu dan memulai petualangan laut beserta ikan-ikan disini.
Perahunya
cukup besar juga ternyata, di dalam perahu itu ada 8 orang yang siap memancing.
Lautnya sangat jernih, selama hidup saya, saya belum pernah melihat laut
sejernih ini. Kira-kira kamu bisa lihat dengan mata telanjang ke dalam laut
sampai kedalaman 50 meter. Sangat biru dan jernih, tiada hentinya saya
mengagumi kejernihan laut ini. Teman-teman dari KFC hanya tersenyum melihat
tingkah laku saya yang keherenan dengan lautnya.
(Jernihnya Laut di Pulau Siau)
Berhenti
di satu spot dan kita siap menerjunkan senar pancing. Beberapa menit menunggu
tiba-tiba ada salah seorang kru kapal yang berteriak kepada saya untuk melihat
gerombolan ikan tongkol yang sedang berenang.
Karena
airnya jernih saya mampu melihat dengan jelas bagaimana banyaknya ikan tongkol
itu berenang. Ini benar-benar menakjubkan!! Kru kapal itu berkata kalau nelayan
yang membawa jaring pasti sudah di jarring ikan-ikan itu. Waaahhh ini
benar-benar luar biasa. Saya sangat mencintai pulau ini!!
Dari
spot yang tadi, kami kembali bergerak menuju spot lain, karena di spot yang
pertama tidak ada ikan yang makan umpan kami. Salah satu kru itu bernama Bung
Erenz, dia sepertinya salah satu pendiri KFC ini. Dia menunjuk kepada gunung di
sebrang kami.
Dia
bilang gunung itu adalah Gunung Karangetang, itu gunung yang masih aktif. Nama
Karangetang Fishing Community diambil dari nama gunung itu. Bung Erenz
bercerita tentang pengalaman memancing di pulau ini, cerita dari mereka terjebak oleh ombak
besar sampai bahan bakar habis, dia ceritakan dengan penuh semangat dan rasa bangga. Saya menikmati perjalanan bersama teman-teman KFC yang ada di dalam kapal ini, karena mereka sangat baik dan semua senang bernyanyi sehingga dapat mencairkan suasana yang sempat kaku di awal.
Kami
berhenti kembali untuk melemparkan umpan kepada ikan, menurut mereka ini spot
yang baik. Tidak perlu menunggu terlalu lama dengan tekhnik Jigging, ada ikan
yang memakan umpan di pancingan Bung Erenz. Bang Erenz langsung memanggil saya
mendekat dan minta saya menarik hasil tangkapannya ini.
Woooaahhh
ikan ini memberontak, membuat tarikan sangat berat. Dengan susah payah akhirnya
saya berhasil membawa ikan ini naik ke atas. Ikan kerapu!!!! Kira-kira beratnya
3kg!!! yeeayyyyyy strike!!!!
Keberuntungan pertama ini seolah-olah menajdi magnet bagi ikan-ikan untuk memakan umpan kami, dan membawa ikan-ikan ini ke dalam box yang telah kami sediakan. Ikan-ikan
di dalam box ini di dominasi oleh ikan kerapu dan ikan pogot, ukurannya pun
juga besar-besar.
(Saya Mendapatkan Ikan Pertama)
Kami
kembali pergi dari spot itu untuk mencari spot lainnya. Sampai di spot yang
lain, kembali kami menurunkan senar pancingan kami berharap ada ikan yang memakan
umpan kami.
Di
tengah-tengah menunggu beberapa ikan barakuda seolah-olah menyapa kami,
ikan-ikan barakuda ini melompat-lompat di dekat perahu kami. Sekali lagi
melihat hal itu saya jadi terkejut senang. Ahhh
betapa serunya menjadi anak daerah, pikirku.
Asik
melihat atraksi dari ikan barakuda, kami dikejutkan oleh teriakan salah satu dari kami yang menginformasikan bahwa dia mendapatkan ikan. Tapi wajahnya agak bingung
karena ikan ini sepertinya ikan besar karena tarikannya sangat berat, tapi anehnya tidak melakukan perlawanan
sama sekali.
Dia
sempat berpikiran negatif, kalau ini adalah sampah yang nyangkut. Tapi karena
penasaran dia tetap menariknya dan saya yang penasaran pun juga melihat ke
bawah laut apa yang dia tarik.
Dan
ternyataaaaa…. Bussshhhhhhh semburan air
dari gurita!!!! Wooooaaawwww!!!
Gurita ini besar sekali!! Saya tersontak kaget melihatnya.
Tentakelnya
melambai-lambai mengerikan. Untuk pertama kali saya melihat gurita sedekat ini, kami
semua berteriak kegirangan. Ini tangkapan terhebat!! Karena tidak semua
pemancing bisa memancing gurita!! Wwoooaaahhhhhhhh
kami semakin bersemangat.
Untuk
merayakan naiknya gurita ke dalam perahu kami, Bung Erenz membawa kita ke
tempat special katanya.
Saya
sangat penasaran dengan tempat special ini, saya yakin tidak akan mengecewakan.
Dari kejauhan Bung Erenz menunjuk ke salah satu pantai dengan pasir putih yang
mengkilau terlihat dari perahu kami, dia berkata kita akan kesana.
(Pantai Mahoro)
Saya
berteriak kegirangan di dalam perahu, semua orang juga ikut tertawa. Berjarak
kira-kira 5 meter dari pantai airnya sangat jernih memaksa beberapa orang untuk
lompat berenang dan menyelam. Sayang sekali saya tidak bisa ikut mereka
melompat dari perahu, karena saya pakai celana pendek jeans dan saya tidak mau membahayakan diri
saya sendiri. Tapi melihat mereka berenang-renang senang saya sangat iri.
Dan
akhirnya saya memanggil mereka mendekat perahu dan meminta mereka jaga saya
karena saya juga mau melompat. Saya pun segera melompat setelah memastikan
mereka akan menjaga saya. Kami ikut berenang seru.
Tempat
ini sangat sepi. Cuma kami pengunjung pantai ini. Pantai dengan air terjenih
menurut saya dan batu-batu karang yang tinggi yang ditumbuhi daun-daun menjadikan
pantai ini pantai tercantik untuk saya sampai hari ini.
Saya
bisa ibaratkan kalau Papua punya Raja Ampat, Sulawesi Punya Pantai Mahoro.
Karena dari gambar Raja Ampat yang saya lihat di internet, mirip sekali dengan
pantai ini. Pantai ini seolah-olah hanya milik kita. Karena Cuma kita
pengunjungnya saat itu. Sangaaattt luar biasa, pemandangan indah ini hanya
miliki kita berdelapan orang.
(Saya dan Salah Satu Teman Karangetang Fishing Community)
Teman-teman
KFC lainnya merapatkan perahunya di pantai. Mereka menyiapkan perapian untuk
membakar ikan yang mereka beli di pasar untuk makan siang kita.
Mereka
juga bawa makanan yang sudah jadi dan siap untuk kita makan. Mereka memanggil
kita yang sedang berenang-renang untuk makan siang terlebih dahulu. Kami pun
berlari menuju tepi pantai, karena menyadari bahwa kami juga sangat lapar.
Makan dengan cara seperti ini adalah makan paling mewah.
Walaupun
kami makan seadanya tapi kami berada di tempat yang belum tentu orang tahu dan
untuk mencapai ke pantai ini perlu usaha yang lebih ditambah lagi
pemandangannya yang sangat indah. Ini sangat luar biasa, seumur hidup saya
tidak bisa melupakan pantai indah itu. Mahoro tetaplah seindah ini.
Hari
hampir sore, terpaksa Bung Erenz menghentikan kegembiraan kami disini. Agak
berat hati meninggalkan Pantai Mahoro yang indahnya luar biasa, tapi apa boleh
buat.
Karena
masih ada sisa semangat untuk melanjutkan memancing kami mencari spot untuk
mincing lagi. Di tengah perjalanan ada goa yang penuh burung walet. Bung Erenz
bilang kalau goa itu banyak menghasilkan sarang burung walet tapi jarang yang
kesini karena medannya yang susah. Goa itu besar sekali dan banyak burung walet
yang bertebrangan. Di dalam hati saya hanya bisa berharap agar tempat ini tidak
tersentuh orang-orang serakah yang mau merusak kemurnian di pulau ini.
Biarlah
Pantai Mahoro tetap secantik itu dan burung-burung walet ini tidak perlu
terusik karena eksploitasi manusia, melihatnya tetap alami jauh lebih baik dari
pada sudah tersentuh bangunan yang membawa keindahan palsu.
Ada
beberapa teman di perahu ini yang mencoba tekhnik trolling selagi perahu berjalan
mencari spot terakhir kami.
Tekhnik trolling ini digunakan untuk mendapatkan ikan-ikan yang gesit seperti ikan
marlin. Tapi mungkin belum rejeki mereka, tekhnik itu belum berhasil
mendapatkan ikan monster.
Akhirnya
kita sampai di spot terkahir. Beberapa ikan berhasil kami tangkap dan kami
masukkan ke dalam box.
Box
itu pun berisi penuh hasil tangkapan kami. Sudah puas kami memutuskan kembali
ke Ulu. Perjalanan dari spot terakhir kami menuju Ulu sekitar 1 jam. Karena
saya lelah, saya mencoba untuk tidur tapi tidak begitu nyaman karena terkena
cipratan air.
Sampai
di Ulu, kami berbincang-bincang dengan teman-teman KFC dan mereka
memperbolehkan saya membawa semua hasil tangkapan hari ini. Saya pulang ke
rumah dengan senang sekali, saya akan mengundang Miracle dan teman-temannya
untuk bakar ikan di pantai malam ini.
Di
dalam perjalanan menuju rumah, saya melewati tumpukan pasir, saya bertanya
kepada supir angkot ini, pasir itu datangnya dari mana. Supir angkot itu
menjelaskan bahwa pasir itu adalah muntahan lahar dari Gunung Karangetang.
Kata
supir itu, malam hari kalau saya beruntung saya bisa lihat lahar yang keluar
dari gunung itu. Katanya pemandangannya sangat bagus, seperti kembang api.
Ada
sedikit perasaan takut dalam diri saya. Pulau ini sangat kecil, kalau gunung
itu meletus ratalah pulau ini dengan tanah. Supir ini dengan tenang menjelaskan
ke saya kalau saya tidak perlu khawatir karena Gunung Karangetang tidak akan
meletus dalam beberapa tahun ke depan. Entahlah apa saya harus menganggap ini sebagai kabar baik atas prediksi dari orang ini atau tidak, tapi saya mencoba untuk percaya dan tetap berdoa,
kalau saya terus khawatir saya tidak akan leluasa melakukan petualangan saya di
pulau ini.
Sampailah
saya di rumah dan benar saja Miracle dan teman-temannya menyambut saya dengan senang.
Saya menyuruh mereka mempersiapkan alat-alat untuk bakar ikan-ikan hasil
tangkapan hari ini. Mereka berlarian senang sambil menyiapkan keperluan untuk
bakar ikan.
Hari
kepulangan saya ke Jakarta hampir tiba, sebelum pulang saya menyewa sepeda
motor untuk berkeliling pulau ini, saya minta Miracle menemani saya.
Dia
membawa saya ke dermaga. Dermaga itu penuh perahu nelayan. saya dan Miracle
menyusuri pantai itu, ada hal yang membuat saya bertanya. Air dari pantai ini
sangat jernih tapi kenapa karangnya mati dan ikannya sedikit terlihat.
Betapa
baiknya kalau air sejernih ini dan karang-karangnya hidup, akan menjadi
pemandangan yang indah. Saya coba tanyakan hal itu kepada Miracle, bocah 9 tahun.
Menurut Miracle, banyak nelayan disini menggunakan potas untuk menangkap ikan.
Padahal
kalau menggunakan potas untuk menangkap ikan, bukan hanya ikan yang teracuni
tetapi biota air lain yang terdapat dalam ekosistem seperti terumbu karang yang
punya peran penting untuk ikan laut juga ikut teracuni.
Sangat
disayangkan keindahan pulau ini kalau para nelayannya tidak disosialisasikan
akan bahaya potas. Padahal tidak jauh dari dermaga itu saya melihat ada papan
himbauan dari pemerintah daerah untuk tidak menggunakan potas untuk menangkap
ikan.
“Miracle
cinta pulau ini?” Tanya saya
“Sangat
ka.. Miracle suka mandi pantai sama teman-teman” jawab Miracle polos.
“Sebelum
kakak pulang, bantu kakak buat rumah ikan, mau?”
“Mauuu… Miracle bisa buat rumah ikan,
mudahhh” katanya
Keesokan
harinya saya dan Miracle mengumpulkan batang pohon lalu kita ikat dengan kawat,
walaupun bentuknya tidak karuan tapi untuk menjadi rumah ikan ini sudah
lumayan. Kita menyelesaikan 2 rumah ikan. Dan sekarang pertanyaannya adalah
siapa yang mau meletakkan ini dibawah dasar laut, sedangkan pantai ini selalu
surut.
Miracle
memang anak yang baik, dia meminta tolong tetangganya yang seorang nelayan yang
menurutnya jago berenang dan menyelam, untuk membawa rumah ikan ini ke dalam
dasar laut.
Saya
sadar rumah ikan ini tidak terlalu membantu menyelesaikan masalah akan rusaknya
karang akibat potas.
Tapi
paling tidak saya mau melakukan sesuatu yang baik untuk pulau yang memberikan
saya petualangan seru yang pasti akan selalu saya ingat seumur hidup. Saya
harap saya bisa kembali lagi untuk menyelamatkan keindahan pulau ini dengan inovasi daerah yang lebih baik.
Rumah
ikan ini pun dibawa oleh tetangganya Miracle, kami memperhatikan dari jauh.
Orang ini menyelam beberapa menit dan akhirnya muncul lagi tanda bahwa dia
sudah meletakkan rumah ikan buatan saya dan Miracle di dasar laut.
Kepulangan
saya pun sudah tiba, Miracle menjauhi saya, menurut ibunya dia takut menangis
kalau saya pulang. Saya menghampiri Miracle untuk duduk-duduk di pinggir
pantai, dan saya berterima kasih atas waktunya dia menemani saya selama saya
disana.
Saya
berjanji sama dia, kalau dia ke Jakarta saya akan mengajak dia main Ice
Skatting. Dia hanya diam saja, wajah lugunya membuat saya berat
meninggalkannya.
Mobil yang membawa saya ke Pelabuhan Ulu pun
tiba. Saya ambil barang-barang saya tapi sampai saya naik ke dalam mobil,
Miracle tidak terlihat hanya ibunya yang memberitahu saya kalau dia menangis di
dalam kamar. Aahhhhh… saya jadi ikut
terharu. Saya harus kembali ke pulau ini suatu hari nanti. Saya berharap apabila saya kembali ke Pulau Siau lagi, saya dapat melakukan lebih daripada membuat rumah ikan saja. Karena keindahan pulau ini juga akan membawa nama baik Untuk Indonesia. Apalagi potensi dari pulau ini pun juga baik.
Komentar
Posting Komentar